Jum'at, 03 Desember 2010 17:39:56 WIB
Malang (beritajatim.com) – Diduga telah melakukan pencabulan dan pelecehan seksual kepada pasien dan juga santrinya, KH Mukhlas, salah jajaran pengasuh di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) yang terletak di Dusun Karangan RT 03 RW 01 Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, di demo warga sekitar dan juga para suami korban.
Demontrasi tersebut awalnya digelar di kantor Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, sekira pukul 14.30 WIB, Jumat (3/12/2010). Puluhan warga dan juga para suami korban berkumpul di kantor desa tesempat. Bahkan menuliskan puluhan poster juga di halaman depan kantor desa tersebut.
Menurut koordinator aksi, Winarto, sesuai dengan izin yang dikeluarkan pihak kepolisian setempat, aksi hanya boleh dilakukan di kantor desa. "Tidak aksi ke rumah terduga atau di lokasi pesantren yang dipimpinnya," katanya kepada beritajatim.com.
Di kantor desa para suami korban dan warga sekitar juga puluhan anak muda desa setempat, membawa poster yang bertuliskan berbagai macam protes untuk terduga Kiai Mukhlas. Diantara isi poster tersebut: Penyampaian pendapat dimukan umum, baik melalui lisan ataupun tulisan diperbolehkan dalam UU No 9 tahun 1998 pasal 1.
Tulisan poster selanjutnya adalah, Kami pemuda anti pencabulan. Jangan rusak masa depan bunga-bunga bangsa. Kiai Mukhlas ompong, jadi kucing garong. Mukhlas si kucing garong. Mukhlas tak layak jadi panutan masyarakat. Dukun cabul merusak umat, tidak boleh tinggal di Desa Donowarih. Lebih baik pindah dari pada bikin masalah, Awas jaga puteri anda karena di sini ada kucing garong.
Orasi dilakukan oleh Winarto, selaku koordinator aksi. Ia menyampaikan, pihaknya hanya ingin desa Donowarih bersih dari pencabulan. "Apalagi seorang pnutan umat yang diduga melakukannya. Harus ditindak secara hukum. Kalau tidak cukup bukti dihukum dengan hukum positif, harus dihukum non positif yakni hukum adat," teriaknya.
Tidka hanya Winarto yang melakukan orasi agar Kiai Mukhlas dihukum karena telah digua melakukan pencabulan kepada pasien dan beberapa santirnya, tetapi orasi juga dilakukan KS, selaku suami korban berinisial DW.
"Siapa yang terima istrnya, anaknya dan suadaranya menjadi korban pencabulan dan pelecehan seks. Yang jelas, pemuda di desa ini tak ingin perilaku demikian. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum. Saya sebagai suami korban tak terima. Pelaku harus dihukum," katanya.
Usai orasi, mewakili pihak muspika, camat Karangploso, Sukaton juga menyampaikan dan memberi penjelasan kepada peserta unjukrasa. Dia menyampaikan, bahwa kasus Kiai Mukhlas itu memang sudah dilaporkan oleh para korban. "Tetapi hingga kini, tidak bisa dilakukan pemeriksaan karena laporannya tak cukup bukti," katanya.
Dari itu jelas Sukaton, pihaknya meminta kepada warga dan juga para korban untuk mencari bukti-bukti kuat dugaan tersebut. "Kalau sudah cukup bukti, saya dan juga pihak kepolisian siap mengawal kasus tersebut. Dari itu silahkan dicari banyak bukti dulu," pintanya.
Menurut Sukaton, negara Indonesia itu adalah negara hukum. "Silahkan sampaikan pendapat. Asal disampaikan dengan baik tidak anarkis. Yang jelas, pihak kepolisian siap mempropses asal cukup bukti," katanya.
Tanggapan selanjutnya, disampaikan oleh Kapolsek Karangploso Iptu Sugeng H. "Izin aksi ini hanya digelar di kantor desa. Tidak harus mendatangi pesantren atau rumah terduga. Saya harap warga jangan anarkis. Ini izinnya aksi damai di kantor desa," akunya.
Selanjutnya, ia juga meminta agar para masyarakat yang merasa jadi korban silahkan mencari barang bukti. "Kalau sudah ada barangbuktinya, Polres siap memanggil terduga (Kiai Mukhlas) itu. karena masib belum ada bukti, kami selaku penegak hukum tak bisa bertindak sembarangan. Semuanya diatur oleh hukum," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar